ROSANTI, Rendy Mega (2011) DAMPAK LIBERALISASI PRODUK PERTANIAN (KOMODITAS PADI DAN BIJI-BIJIAN NONPADI) TERHADAP KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA. Other thesis, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.
Abstract
Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu berupa Letter of Intent (LoI) dari IMF pada tahun 1997. Pada perjanjian tersebut dibahas 3 hal penting, yaitu pertama perluasan akses pasar (market access), atau penurunan tarif. Sebenarnya setelah Putaran Uruguay tidak ada persetujuan yang secara legal mengikat negara-negara anggota untuk menurunkan tingkat tarif, dapat disadari bahwa komitmen mengenai tingkat tarif selain dianggap dapat meningkatkan prediktabilitas perdagangan, juga dapat mengurangi distorsi perdagangan akibat pemberlakuan kebijakan hambatan nontarif. Kedua, pemotongan dukungan domestik atau subsidi dalam negeri. Subsidi domestik oleh pemerintah di sektor pertanian yang penting diketahui adalah subsidi yang disebut dengan Green Box yang merupakan tindakan yang diijinkan mengingat dampaknya minimal terhadap perdagangan. Ketiga pemotongan subsidi ekspor. Persetujuan Bidang Pertanian melarang negara anggota WTO untuk menetapkan subsidi ekspor kecuali subsidi tersebut telah dicantumkan secara spesifik dalam Daftar Komitmen (list of commitment). Jika telah dicantumkan maka terdapat keharusan untuk mengurangi dana subsidi maupun jumlah ekspor yang menerima subsidi. Adanya Revolusi Hijau pada tahun 1970-an membuat produksi pertanian di Indonesia meningkat khususnya komoditas padi. Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan dari pemerintah berupa ketersediaan pupuk, pengadaan bibit unggul, dan kredit dengan bunga murah. Tetapi sampai saat ini, dengan adanya Revolusi Hijau menimbulkan ketergantungan pada input pertanian modern, dengan penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam proses produksinya. Hal ini disebabkan oleh tidak seimbangnya antara harga pupuk dan pestisida dengan pendapatan petani. Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO (World Trade Organization) adalah badan internasional yang mempromosikan perdagangan yang lebih terbuka dan berkompeten untuk menghasilkan aturan perdagangan antar negara saat ini. Inti dari berjalannya fungsi WTO adalah dilaksanakannya kesepakatan-kesepakatan multilateral yang merupakan dasar hukum untuk perdagangan internasional yang telah dinegosiasikan dan disepakati oleh negara-negara anggotanya. Dokumen kesepakatan ini berupa perjanjian yang mengikat setiap pemerintah penandatangan untuk menetapkan kebijakankebijakan dagang dalam batas-batas yang telah disetujui bersama. Sebagai konsekwensi dari hal tersebut, para pelaku bisnis dan unsur-unsur pemerintahan suatu negara sebagai fasilitator dituntut untuk memahami dan melaksanakan aturan main perdagangan internasional tersebut secara penuh, dalam rangka mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang akses yang terbuka oleh adanya Organisasi Perdagangan Dunia. Persetujuan Bidang Pertanian bertujuan untuk melakukan reformasi perdagangan dalam sektor pertanian dan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih berorientasi pasar, adil dan lebih dapat diprediksi. Sebagai negara anggota, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan hasil perundingan di forum WTO. Selain adanya kewajiban bagi anggota-anggotanya untuk menaati kesepakatankesepakatan yang digariskan, aturan WTO secara langsung telah menyediakan pula peluang-peluang baru yang memfasilitsi berkembangnya sektor perdagangan Indonesia. Setelah masuknya produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi dalam rejim Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) posisi komoditas sektor pertanian Indonesia semakin sulit untuk bersaing dipasaran global. Kompleknya permasalahan pada sektor pertanian merupakan salah satu penyebabnya. Secara umum pada 5 tahun terakhir ini, perdagangan produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi dalam posisi defisit, jumlah impor produk pertanian lebih besar dibandingkan dengan jumlah ekspornya. Tetapi neraca perdagangan komoditi perkebunan yang mengalami surplus. Ketika produktifitas produk pertanian (komoditas padi dan biji-bijian nonpadi) di Indonesia menurun, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor cuaca dan iklim yang tidak menentu akibat dari pemanasan global. Hal ini sudah dirasakan sejak beberapa tahun terakhir ini dan Indonesia bukanlah negara satu-satunya yang menyumbang pemanasan global, melainkan beberapa negara maju seperti AS, Kanada dan Korea. Kedua, faktor ketersediaan lahan pertanian di Indonesia yang tidak dapat tercukupi padahal Indonesia merupaka negara agraris yang memiliki luas daratan sepertiga dari luas wilayah. Tetapi lahan-lahan tersebut digunakan untuk hutan lindung, hutan produksi, permungkiman, industri, dan kebutuhan infrastruktur yang jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya. Dan yang ketiga, faktor dihapusnya subsidi dari pemerintah. Pemerintah memberikan subsidi kepada petani dengan tujuan agar dapat menempatkan petani dalam mekanisme pasar yang wajar. Namun, intervensi pemerintah tersebut dapat berubah menjadi kegagalan pemerintah yang semakin memperparah kondisi petani apabila tidak dilakukan secara tepat. Dalam konteks inilah diperlukan kebijakan yang tepat, penentuan sasaran yang tepat, dan kelompok sasaran yang tepat. Ketika tingkat pendapatan masyarakat menurun, hal ini akan menyebabkan sebagai berikut: pertama, faktor kontribusi terhadap GNP. Ketika pendapatan masyarakat menurun, ini akan berpengaruh terhadap penurunan kontribusi GNP. Kedua, faktor tingkat kemiskinan masyarakat. Apabila banyak masyarakat yang tingkat pendapatannya menurun, kemiskinan akan terjadi di negara tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak tercukupinya kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari dan masyarakat akan hidup serba kekurangan. Ketiga, faktor gizi buruk. Apabila sebuah negara tidak dapat menyediakan kebutuhan pangan, tidak mampu mengakses makanan dan tidak tahu terhadap ilmu pangan maka negara tersebut akan mengalami gizi buruk. Tetapi itu semua dapat terjadi karena faktor utama yang mendasarinya adalah kemiskinan. Di Indonesia, angka gizi buruk anak sangat tinggi ini dipengaruhi oleh kondisi pertanian yang tidak menentu.
Actions (login required)