Beda, Elisabeth Niga (2011) PERANAN GREENPEACE DALAM PELESTARIAN HUTAN RAWA GAMBUT DI SEMENANJUNG KAMPAR – RIAU. Other thesis, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.
Abstract
Greenpeace merupakan salah satu International Non-Governmental Organization yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan hidup. Greenpeace didirikan di Vancouver, British Columbia, Kanada pada tahun 1971 oleh sekelompok aktivis Kanada dan Amerika yang membentuk formasi “Don’t Make A Wave Committee di Vancouver. Pada awalnya, fokus utama kampanye Greenpeace hanya pada anti nuklir dan perlindungan terhadap hewan laut terutama ikan paus. Mulai tahun 1990 Greenpeace mulai melihat hal lain yang lebih buruk dan mengancam eksistensi lingkungan hidup, sehingga Greenpeace kemudian memperluas isu kampanyenya, yaitu, perubahan iklim, pencemaran lingkungan akibat bahan kimia beracun, teknologi genetika serta perdagangan berkelanjutan (sustainable trade) yang ramah lingkungan. Selama ini aksi-aksi kampanye yang dilakukan Greenpeace di banyak negara selalu berhasil mengubah kebijakan pemerintahan dari yang tidak berpihak pada pelestarian lingkungan, menjadi kebijakan yang mendukung lingkungan dan perdamaian. Tonggak keberhasilan Greenpeace pertama kali adalah menghentikan percobaan nuklir Amerika Serikat di pulau Amchitka, Alaska. Pada saat itu Greenpeace mampu mengubah kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan percobaan senjata nuklir di pulau Amchitka dan memetakan kawasan itu sebagai kawasan lindung untuk burung-burung. Mulai tahun 2001 Greenpeace masuk ke Indonesia dan terus-menerus melakukan aksi kampanye untuk melindungi lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Salah satu isu lingkungan yang menjadi target kampanye Greenpeace di Indonesia adalah kerusakan hutan rawa gambut yang terjadi di wilayah Semenanjung Kampar propinsi Riau. Kerusakan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar terjadi sejak tahun 1997 ketika aktivitas illegal logging mulai terjadi di propinsi Riau. Saat ini, kerusakan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar tidak hanya disebabkan oleh aktivitas illegal logging saja, tetapi juga oleh kegiatan-kegiatan industri seperti: pengeringan lahan gambut, pembakaran untuk konversi menjadi lahan pertanian kelapa sawit, industri dan pemukiman, serta pembuatan parit atau saluran oleh perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di daerah Semenanjung Kampar. Melihat kondisi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar yang terusmenerus mengalami degradasi, maka Greenpeace kemudian melakukan upaya-upaya untuk mendesak pemerintah agar segera menghasilkan kebijakan yang mendukung pelestarian hutan. Menurut Greenpeace jika kerusakan lahan gambut di daerah Semenanjung Kampar terus dibiarkan, maka bukan Indonesia saja yang akan menanggung akibatnya, tetapi masyarakat regional maupun global juga akan ikut merasakan akibatnya. Semenanjung Kampar merupakan wadah dari lahan gambut tropis terbesar di Indonesia, yang berlokasi di pantai timur Riau dan meliputi area lebih dari 700 ribu hektar. Lapisan dalam lahan gambut di Semenanjung Kampar ini menyimpan jumlah karbon yang sangat besar setiap hektarnya, yakni sekitar dua milyar ton persediaan karbon/tahun. Hal ini menjadikan ekosistem lahan gambut di Semenanjung Kampar sebagai kunci pertahanan menghadapi perubahan iklim global. Pada tahun 2002, sebagian besar hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar belum tersentuh. Lima tahun kemudian 300 ribu hektar hutan rawa gambut telah dirambah, dikeringkan dan dibakar untuk memenuhi kebutuhan kayu hutan tropis dari pabrik pengolahan bubur kertas, dan menyediakan lahan untuk pembukaan perkebunan akasia dan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas-aktivitas ini sebagian besar didalangi oleh perusahaan-perusahaan kertas raksasa, seperti Asia Pulp and Paper (APP) dan saingannya Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL) yang secara akumulasi memegang 80% kapasitas total bubur kertas di Indonesia dan mengendalikan dua pabrik pengolahan bubur kertas terbesar di dunia. Proses konversi hutan rawa gambut yang terjadi di Semenanjung Kampar terdiri dari tiga tahapan yaitu: pertama, pohon dengan nilai jual yang tinggi ditebang untuk diambil kayunya. Kedua, jaringan kanal dibangun untuk menyingkirkan kayukayu dan mengeringkan gambut agar keadaannya sesuai untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit dan pohon akasia. Ketiga, perambahan hutan yang tersisa menyebabkan kekeringan gambut yang melepaskan lebih banyak CO2. Terkadang, hutan rawa gambut dibakar untuk mengurangi kadar keasaman sebelum dilakukan penanaman kelapa sawit. Keberadaan Greenpeace di Semenanjung Kampar bertujuan untuk menghentikan deforestasi yang terjadi pada hutan rawa gambut. Sebagai langkah awalnya, Greenpeace menggunakan metode bekerja sama dengan aktor-aktor sosial yang terkait seperti Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perdagangan, Gubernur Riau, Polisi Riau, perusahaan-perusahaan multinasional (Unilever, Sinar Mas, Duta Palma, dan RSPO (Roundtable of Sustainable Palm Oil)), LSM-LSM lokal di Riau, media internasional, dan media nasional. Hubungan sosial yang dijalin oleh Greenpeace dengan aktor-aktor sosial tersebut bertujuan untuk memberikan power lebih bagi Greenpeace untuk mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan mengenai perlindungan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar. B. ISI International Non-Governmental Organizations (INGO) merupakan organisasiorganisasi swasta yang terdiri dari individu-individu dari berbagai negara, yang menyebar dan melintasi batas-batas negara dengan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan suatu negara atas isu-isu yang menjadi program mereka. INGO sering disebut sebagai sektor ketiga setelah negara atau pemerintah dan swasta yang beroperasi di luar pemerintah dan pasar. INGO merupakan organisasi non-profit yang tujuan utamanya adalah melayani orang banyak tanpa motivasi laba. Kemandirian dan independensi dari INGO berarti seluruh aktivitasnya berpijak atas dasar kebebasan dan otonomi yang dimiliki secara kelembagaan dan mempunyai personal untuk mengatur, memutuskan dan menggerakkan roda organisasinya (self governing). INGO bukan bagian dari perpanjangan tangan pemerintah, bukan underbow partai politik tertentu dan bukan investasi bagi sektor bisnis. Dalam hal finansial, INGO bersandar pada kedermawanan dari pihak lain melalui donasi dan dana untuk menutup biaya-biaya aktivitas mereka. Sekitar tahun 1980an International Non-Governmental Organizations (INGO) mulai berfokus pada kelompok atau organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup seperti Greenpeace, Sierra Club, World Wildlife Fund (WWF) dan lain-lain. Kemunculan INGO lingkungan hidup ini didorong oleh adanya dampak degradasi lingkungan yang sudah mempengaruhi seluruh dunia dan salah satu dampak degradasi tersebut adalah perubahan iklim yang dapat menyebabkan kepunahan seluruh makhluk hidup. Greenpeace merupakan International Non-Governmental Organizations yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, dan kegiatannya khusus melakukan advokasi atau kampanye. Dalam menangani isu-isu lingkungan hidup Greenpeace hanya melakukan kegiatan-kegiatan advokasi dan tidak mengimplementasikan program seperti yang dilakukan INGO lingkungan hidup yang lain. Dalam hal finansial, Greenpeace tidak meminta atau menerima dana dari pemerintah, perusahaan atau partai politik. Greenpeace mendapatkan dana dari sumbangan individual sebagai pendukung (supporter) dan dana hibah dari yayasanyayasan yang sudah teruji komitmennya. Greenpeace mendapatkan dana paling besar dari individu yang bersimpati pada Greenpeace dan memiliki kepedulian yang sama dengan Greenpeace. Nilai-nilai ini membantu Greenpeace lebih independen ketika harus berhadapan dengan pemerintah dan perusahaan. Greenpeace sebagai organisasi non-pemerintah juga memegang teguh prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dua prinsip ini menjadi penting karena Greenpeace harus mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada para supporter individu dan foundation yang memberikan dana untuk membiayai aktivitasnya.. Dalam kampanyenya untuk melindungi kawasan hutan rawa gambut di wilayah Semenanjung Kampar Greenpeace menyiapkan dana sekitar 1,5 miliar untuk mendukung kegiatan kampanye pelestarian hutan rawa gambut di daerah tersebut. 1. Peran Greenpeace Dalam Bidang Advokasi Greenpeace sebagai NGO lingkungan juga memiliki peran advokasi terkait dengan rehabilitasi dan perlindungan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar. Kegiatan membela, memajukan, menciptakan dan melakukan perubahan untuk melindungi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar, terus dilakukan Greenpeace pada tingkat masyarakat lokal, pemerintah daerah dan pusat serta forum internasional. Kegiatan advokasi dalam bidang lingkungan dilakukan Greenpeace demi tercapainya penyempurnaan program pelestarian lingkungan hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Dengan adanya advokasi yang dilakukan Greenpeace, diharapkan pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional dapat berperan serta menjaga dan merehabilitasi hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Diharapkan juga secara langsung bahwa keputusan-keputusan yang akan diambil pada tingkat pemerintah Indonesia dan dunia turut serta melindungi keberadaan hutan rawa gambut tersebut. Upaya-upaya Greenpeace dalambidang advokasi meliputi beberapa kegiatan yaitu: Mengidentifikasi Masalah Yang Dihadapi Masyarakat di Sekitar Hutan Rawa Gambut Menyebarkan Informasi kepada Masyarakat tentang Pentingnya Pelestarian Hutan Rawa Gambut Advokasi Greenpeace Pada Tingkat Regional dan Internasional 2. Peran Greenpeace Dalam Bidang Monitoring Salah satu peran Greenpeace sebagai INGO lingkungan adalah melakukan pengawasan atau monitoring langsung terhadap program-program pelestarian lahan gambut yang dilakukan masyarakat dan pemerintah. Greenpeace melakukan pengawasan dengan cara terjun langsung ke lapangan untuk menilai apakah kebijakan yang dijalankan pemerintah dan perusahaan terkait dengan pelestarian hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Monitoring juga dilakukan Greenpeace untuk memperkecil pelangaran-pelangaran yang terjadi dalam penyelesaian program di lapangan. Kegiatan monitoring yang dilakukan Greenpeace di kawasan hutan rawa gambut Semenanjung Kampar meliputi: Pengawasan dan patroli bersama masyarakat di sekitar hutan rawa gambut. Mengawasi implementasi kebijakan pemerintah tentang pelestarian hutan rawa gambut. Mengawasi aktivitas-aktivitas perusahaan yang beroperasi di Semenanjung Kampar agar tidak merusak hutan rawa gambut yang ada. 3. Peran Greenpeace di Bidang Fasilitasi Dalam menjalankan visi dan misinya di Semenanjung Kampar, Greenpeace juga berperan sebagai lembaga yang bergerak di bidang fasilitasi. Lembaga tersebut merupakan lembaga yang mempunyai orientasi dengan memberikan kontribusi berupa pengarahan dan pengadaan fasilitas, yang ditujukan kepada masyarakat sipil, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang sudah ditunjuk. Greenpeace merupakan lembaga yang memfasilitasi berbagai kegiatan terkait dengan usaha merestorasi dan melestarikan hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Peran tersebut dituangkan dalam kegiatan komunikasi antara masyarakat, pemerintah daerah dan nasional dengan para pemangku kepentingan maupun antarnegara terkait dengan program bersama-sama merestorasi dan melindungi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar. 4. Peran Greenpeace di Bidang Konsultasi Selain sebagai lembaga yang memfasilitasi komunikasi antar pemerintah dan masyarakat, Greenpeace juga menepatkan dirinya sebagi lembaga yang memberikan informasi dan konsultasi. Konsultasi dan tanya jawab yang dilakukan Greenpeace kepada masyarakat dan instansi pemerintah merupakan salah satunya kegiatan yang dilakukan Greenpeace dalam program-programnya terkait usaha untuk melestarikan hutan rawa gambut yang ada di Semenanjung Kampar. Sebagai lembaga yang mempunyai peran konsultasi, Greenpeace memberikan informasi dan menyediakan dirinya sebagai tempat untuk masyarakat, institusi dan pemerintah melakukan tanya jawab, serta memberikan informasi bagi yang mengembangan lahan gambut untuk dijadikan lahan yang bernilai ekonomis. Konsultasi dan tanya jawab dilakukan Greenpeace dalam berbagai kesempatan. Dalam forum tanya jawab tersebut, Greenpeace memberikan kesempatan kepada peserta dan masyarakat luas untuk bertanya lebih mengenai halhal yang berkaitan dengan pelestarian hutan rawa gambut serta program-program yang dilakukan oleh Greenpeace di Semenanjung Kampar. C. KESIMPULAN Dalam kegiatan pelestarian hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar, penulis menemukan bahwa keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh Greenpeace sebagai INGO yang tidak memiliki kedaulatan dalam pengambilan keputusan serta pemberian sanksi kepada para perusak ekosistem lahan gambut merupakan salah satu hambatan dalam upaya perlindungan hutan rawa gambut. Keterbatasan wewenang tersebut dikarenakan Greenpeace tidak memiliki kedaulatan untuk pengambilan keputusan di Indonesia. Meskipun kerja sama telah dilakukan oleh Greenpeace dengan pemerintah Indonesia, lahan gambut di Semenanjung Kampar masih terus mengalami kerusakan. Selain itu, penulis juga menemukan bahwa ketidakseriusan pemerintah Indonesia dalam mengangani kerusakan hutan rawa gambut juga menyebakan lambatnya restorasi hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar. Kebakaran hutan pada musim kemarau, pembalakan liar serta pembukaan lahan gambut yang dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit merupakan permasalahan-permasalahn yang masih menganggu upaya untuk melestarikan hutan rawa gambut. Namun demikian dapat diakui bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan Greenpeace untuk melestarikan hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar telah cukup banyak memberikan hasil yang positif dalam rangka menurunkan angka kerusakan lahan gambut di Semenanjung Kampar. Keberhasilan Greenpeace tersebut dapat dijadikan panutan untuk program pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain di Indonesia.
Actions (login required)